Analisa anggaran usaha Anda Cara Mudah Menyusun dan Mengevaluasi Anggaran |
I. PENDAHULUAN
Dalam rangka
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Keuangan Negara,
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan UU APBN, Pemerintah telah menyusun dan menyajikan LKPP yang komprehensif
sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2011. LKPP disusun oleh Menteri Keuangan
selaku Pengelola Fiskal berdasarkan konsolidasian dari Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
(LKBUN). LKKL tersebut disusun oleh setiap Menteri/Pimpinan Lembaga, dan LKBUN
disusun oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara serta disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan dihasilkan dari Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP). |accounting-media.blogspot.com|
LKPP yang
merupakan pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah terhadap rakyatnya
diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Ketentuan peralihan Pasal 36 ayat (2) UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara itu menyatakan bahwa ketentuan mengenai LKPP dalam format baru akan
berlaku mulai APBN Tahun 2006. Namun demikian, UU No. 28 Tahun 2003 tentang
APBN Tahun 2004 telah memajukan awal mulai berlakunya penerapan LKPP format
baru tersebut. Undang-Undang APBN Tahun 2004 menyebutkan bahwa laporan pertanggungjawaban
APBN oleh Presiden sudah berupa LKPP format baru. LKPP format baru sekarang ini
berbeda dengan laporan keuangan Pemerintah Pusat yang disusun berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Sistem Akuntansi Pemerintah dan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP)5. LKPP yang berlaku sekarang ini terdiri dari Laporan
Realisasi APBN (LRA) Pemerintah Pusat yang disusun berdasarkan LRA Kementerian
Negara/Lembaga, Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan
(CALK) yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Bagian-bagian LKPP yang lebih rinci, tertib dan sistematis tersebut merupakan
hal yang sangat penting bagi transparansi fiskal dan peningkatan akuntabilitas
publik.
Namun demikian, di tahun-tahun awal penerapanya
masih banyak kendala-kendala yang harus dihadapi pemerintah antara lain yaitu menyangkut
sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, seperti penyiapan peraturan, sistem,
dan infrastruktur yang belum sempurna, kurangnya komitmen pimpinan K/L,
banyaknya jumlah satuan kerja yang masih belum memiliki kompetensi akuntansi
pemerintahan, serta belum tersedianya SDM dengan kualitas memadai di bidang
keuangan dan akuntansi. Untuk menerapkan SAP yang konsisten dengan standar yang
diinginkan, diperlukan perubahan pola pikir (mindset), kompetensi, dan
integritas dari seluruh pihak yang terlibat. Demi membangun Indonesia dengan
tata kelola dan pertanggungjawaban keuangan negara yang bersih, baik,
transparan, dan akuntabel.
Pemerintah sampai saat ini masih terus melakukan
perbaikan terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) selama
periode tahun anggaran 2004 memberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat atau disclaimer. Sampai tahun 2008 tidak ada
peningkatan opini yang terjdi atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
yaitu tetap pada Tidak Menyatakan Pendapat atau disclaimer . Tahun 2009 terjadi peningkatan opini yang cukup baik
pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada
tahun anggaran 2009 memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Qualified
Opinion. Meski terjadi peningkatan opini pada periode anggaran tahun 2009,
namun ditahun berikutnya Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) kembali tidak
mengalami peningkatan kualitas. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Qualified Opinion dari
tahun 2009 sampai tahun 2012. Opini tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan
entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil
usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Artinya masih ada beberapa masalah yang menjadi
catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan harus segera diperbaiki agar dapat
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion
ditahun berikutnya. Kualitas laporan tersebut tentu belum cukup untuk
mewujudkan pemerintahan Indonesia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban
keuangan negara yang bersih, baik, transparan, dan akuntabel sebagai wujud dari
terciptanya Good Governance.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan diuraikan
upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah
untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan menuju laporan keuangan
dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion
dan meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai wujud dari
terciptanya Good Governance.
II. PENGERTIAN
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI
Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary sebagaimana
dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara, akuntabilitas diartikan sebagai “required
or excpected to give an explanation for one’s action” Akuntabilitas
diperlukan atau diharapkan untuk meberikan penjelasan atas apa yang telah
dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan
pertanggungajwaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan
seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak
atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan
akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalaian sumberdaya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara periodik. Akuntabilitas dibedakan
dalam beberapa macam atau tipe, Jabra & Dwidevi sebagaiman dijelaskan oleh
Sadu Wasistiono mengemukakan adanya lima perspektif akuntabilitas yaitu ;
a.
akuntabilitas administ atif/organisasi
adalah
pertanggungajwaban antara pejabat yang berwenang dengan unit bawahanya dalam
hubungan hierarki yang jelas.
b.
akuntabilitas legal,
Akuntabilitas
jenis ini merujuk pada domain publik dikaitkan dengan proses legislatif dan
yudikatif. Bentuknya dapat berupa peninjauan kembali kebijakan yang telah
diambil oleh pejabat publik maupun pembatalan suatu peraturan oleh institusi
yudikatif. Ukuran akuntabilitas legal adalah peraturan perundang undangan yang
berlaku
c.
akuntabilitas politik,
Dalam
tipe ini terkait dengan adanya kewenangan pemegang kekuasaan politik
untuk mengatur, menetapkan prioritas dan pendistribusian sumber–sumber dab
menjamain adanya kepatuhan melaksanakan tanggungjawab administrasi dan legal .
Akuntabilitas ini memusatkan pada tekanan demokratik yang dinyatakan oleh
administrasi public.
d.
akuntabilitas profesional
Hal
ini berkaitan dengan pelaksnaan kinerja dan tindakan berdasarkan tolak ukur yang
ditetapkan oleh orang profesi yang sejenis. Akuntabilitas ini lebih menekankan
pada aspek kualitas kinerja dan tindakan.
e.
akuntabilitas moral.
Akunatabilitas
ini berkaitan dengan tata nilai yang berlaku di kalagan masyarakat . Hal ini
lebih banyak berbicara tentang baik atau buruknya suatu kinerja atau tindakan
yang dilakukan oleh seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif berdasarkan ukuran
tata nilai yang berlaku setempat.
Sedangkan transparansi menurut Mardiasmo yaitu transparansi
berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi
yang terkait dengan aktivitas pengelolaan seumberdaya publik kepada pihak –
pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi
keuangan dan informasi lainya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan
oleh pihak – pihak yang berkepentingan . Transparansi pada akhirnya akan
menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah
dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif,
efisien , akuntabel dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan
masyarakat. Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan
bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan , yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan
pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai. Transparansi adalah adanya
kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan infoermasi
adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat
dijangkau publik. Keterbukaan informasi diharapkan akanmenghasilkan persaingan
politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi
publik.
III. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN
2012
LKPP merupakan bentuk
pertangungjawaban pelaksanaan APBN oleh Pemerintah Pusat. LKPP Tahun 2012
meliputi dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2012 dan 2011, Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada
tanggal-tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan. Sebelum LKPP
Tahun 2012 dibahas DPR sebagai pertanggungjawaban APBN Tahun 2012, LKPP
tersebut diperiksa BPK. Setelah BPK menerima LKPP tersebut dari Pemerintah, BPK
memeriksa LKPP tersebut dan menyampaikan LHP atas LKPP tersebut kepada DPR,
DPD, dan juga Pemerintah Pusat. LHP LKPP Tahun 2012 terdiri dari enam buku,
yaitu: (1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksan atas LKPP Tahun 2012; (2) LHP
atas LKPP Tahun 2012; (3) LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) LKPP Tahun 2012;
(4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan LKPP Tahun 2012;
(5) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun
2007-2011; dan (6) Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Review atas
Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2012. BPK memberikan opini “Wajar Dengan
Pengecualian” (WDP) atas LKPP Tahun 2012. Opini WDP tersebut sama dengan
opini BPK untuk LKPP Tahun 2011. Pengecualian (qualification) pada LKPP
Tahun 2012 meliputi empat hal sebagai berikut:
1. Untung atau rugi selisih kurs
dari seluruh transaksi yang menggunakan mata uang asing belum dilakukan sesuai
Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan terkait yang berpengaruh pada
realisasi penerimaan dan/atau belanja;
2. Kelemahan penganggaran dan
penggunaan Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Sosial, yaitu:
a. Kelemahan pengendalian dan
pelaksanaan revisi DIPA sehingga realisasi belanja melampaui DIPA sebesar
Rp11,37 triliun untuk selain Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Belanja
Modal yang melanggar ketentuan perundang-undangan dan berindikasi merugikan
negara sebesar Rp546,01 miliar, termasuk yang belum dipertanggungjawabkan
sebesar Rp240,16 miliar dan
c. Pembayaran Belanja Barang dan
Belanja Modal di akhir tahun sebesar Rp1,31 triliun tidak sesuai realisasi
fisik;
d. Belanja Bantuan Sosial sebesar
Rp1,91 triliun masih mengendap di rekening pihak ketiga dan/atau rekening
penampungan kementerian negara/lembaga dan tidak disetor ke kas negara; dan
e. Penggunaan Belanja Bantuan
Sosial sebesar Rp269,98 miliar tidak sesuai dengan sasaran.
3. Aset eks-BPPN sebesar Rp8,79
triliun belum ditelusuri keberadaannya dan aset properti eks kelolaan PT PPA
sebesar Rp1,12 triliun belum diselesaikan penilaiannya; dan
4. Saldo anggaran lebih (SAL)
pada akhir tahun 2012 yang dilaporkan berbeda dengan keberadaan fisik SAL
tersebut sebesar Rp8,15 miliar, penambahan fisik SAL sebesar Rp33,49 miliar
tidak dapat dijelaskan, serta koreksi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
sebesar Rp30,89 miliar tidak didukung dokumen sumber yang memadai
Berikut adalah table hasil opini
BPK terhadap Laporan keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) selama lima tahun
terakhir.
Berdasarkan table
diatas, opini BPK memang terlihat membaik dari tahun ke tahun. Jumlah lembaga
yang memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) setiap tahunnya selalu mengalami
kenaikan. Sedangkan untuk lembaga-lembaga yang memperoleh Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP) setiap tahunnya selalu
menurun. Untuk lima tahun terakhir ini BPK
tidak pernah memberikan opini Tidak Wajar (TW). Secara keseluruhan tren laporan
keuangan pemerintah setiap tahun memang terus membaik.
IV. UPAYA-UPAYA PERBAIKAN YANG DAPAT
DILAKUKAN PEMERINTAH
Setelah
adanya hasil audit dari BPK, pemerintah dapat segera melaksanakan rekomendasi-rekomendasi
dari BPK untuk pembenahan terhadap temuan-temuan pada laporan keuangan agar
tidak terjadi lagi ditahun berikutnya. Berikut adalah temuan-temuan BPK pada
LKPP tahun 2012.
A. Pendapatan Negara dan Hibah
Pengelolaan PPh Migas tidak
optimal dan penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh dan bagi hasil migas
tidak konsisten;
B. Belanja
1. Pemerintah belum menetapkan
kebijakan dan kriteria yang jelas untuk memastikan ketepatan sasaran realisasi
belanja subsidi energi;
2. Sistem pengendalian belanja
akhir tahun tidak berjalan secara efektif;
3. Pengendalian atas pelaksanaan
revisi DIPA belum memadai sehingga terjadi pagu minus atas belanja non pegawai;
4. Penganggaran dan pengendapan
dana belanja bantuan sosial tidak sesuai ketentuan dan adanya penyaluran dana
bantuan sosial tidak sesuai sasaran;
C. Pembiayaan
Penarikan pinjaman luar negeri
sebesar Rp2,23 triliun belum didukung dokumen alokasi anggaran TA 2012;
D. Aset
1. Kementerian Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara (BUN) belum optimal melakukan monitoring atas rekening
yang dikelola kementerian dan lembaga;
2. Kelemahan dalam pencatatan dan
penatausahaan aset tetap;
3. Pemerintah belum menelusuri
keberadaan aset Eks BPPN dan belum melakukan penilaian atas aset Eks BPPN;
4. BRR NAD-Nias belum menyusun
laporan keuangan per tanggal pengakhiran tugas (16 April 2009) dan koreksi
nilai aset oleh Tim Likuidasi BRR tidak dapat diyakini kewajarannya;
E. Ekuitas
1. Kebijakan dan metode
perhitungan selisih kurs sehingga pendapatan lainnya sebesar Rp2,09 triliun,
belanja lainnya sebesar Rp282,39 miliar dan selisih kurs pada kas sebesar
(Rp499,08 miliar) tidak wajar;
2. Catatan dan fisik SAL masih
berbeda, penambahan fisik dan koreksi pencatatan SiLPA belum dapat diyakini
kewajarannya.
Berdasarkan temuan tersebut, BPK
memberikan pemerintah rekomendasi sebagai solusi yang bisa dilakukan oleh
pemerintah terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Rekomendasi tersebut wajib
dilaksanakan leh pemerintah dan akan diawasi pelaksanaannya lalu diminta
pertanggung jawaban atas pelaksanaan rekomendasi tersebut.
Rekomendasi-rekomendasi tersebut diantaranya yaitu :
1. Mengendalikan ketepatan
sasaran belanja subsidi, dengan menetapkan kriteria dan indikator ketepatan
sasaran belanja subsidi BBM, mengembangkan sistem pengawasan pendistribusian
BBM dan pengendalian penyaluran BBM bersubsidi di SPBU, dan menetapkan
pelanggan golongan tarif dasar listrik yang dapat disubsidi sesuai dengan
tujuan subsidi;
2. Melakukan evaluasi penerapan
peraturan mengenai realisasi belanja akhir tahun; menyusun peraturan dan
petunjuk teknis penganggaran kembali atas belanja akhir tahun yang dilanjutkan
pada tahun berikutnya; menyusun peraturan pertanggungjawaban dan pelaporan
pengelolaan bank garansi terkait realisasi belanja akhir tahun oleh BUN/Kuasa
BUN; menyusun kebijakan atas perlakukan akuntansi transaksi-transaksi terkait
realisasi belanja akhir tahun; menginstruksikan kepada seluruh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mematuhi ketentuan-ketentuan terkait
realisasi belanja akhir tahun; dan mempercepat penyusunan dan pengesahan
dokumen anggaran belanja modal;
3. Memperbaiki peraturan terkait
dengan mekanisme, pengelolaan, dan pengendalian revisi DIPA beserta sistem
informasinya;
4. Menyusun sistem perencanaan
dan penganggaran atas penarikan pinjaman yang mengakomodasikan penerbitan SP3
atas NoD Tahun Anggaran yang lalu;
5. Segera melakukan penjualan
melalui lelang terbuka atas aset-aset eks BPPN yang telah berstatus free and
clear;
6. Menyelesaikan tugas yang belum
terselesaikan oleh Tim Likuidasi BRR, memverifikasi ulang belanja modal dan
belanja bantuan sosial yang diidentifikasikan menambah jumlah aset; dan segera
menuntaskan pertanggungjawaban atas pengelolaan aset BRR NAD-Nias;
7. Menetapkan aturan saksi yang
jelas dan tegas terhadap KL yang tidak melaporkan hibah langsung yang
diterimanya;
8. Menginstruksikan pimpinan KL
untuk menginvestarisasi dan mencatat seluruh aset tetap yang diperoleh dari
belanja selain belanja modal;
9. Menginstruksikan pimpinan KL
untuk melakukan penagihan denda dan kerugian negara kepada pihak yang
bertanggungjawab;
10. Menginstruksikan pimpinan KL
untuk memberikan sanksi dan melakukan upaya hukum terkait indikasi tindakan
melawan hukum dan merugikan negara;
11. Memberikan sanksi kepada
pejabat pada instansi terkait yang terbukti lalai dalam proses penunjukan PT
TPPI dan pengelolaan penjualan kondensat bagian negara;
12. Segera melakukan upaya
pengamanan piutang negara dengan mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk menjamin tertagihnya piutang negara kepada PT TPPI;
13. Meminta persetujuan DPR atas
LoC yang sudah disampaikan ke IMF termasuk penyediaan dananya;
14. Menetapkan status pengelolaan
keuangan SKK Migas;
15. Menetapkan sumber dan
mekanisme pendanaan SKK Migas melalui mekanisme APBN; dan
16. Mengusulkan undang-undang
yang mengatur tentang fungsi dan tugas BP MIGAS sebagaimana diamanatkan dalam
putusan Mahkamah Konstitusi.
V. KESIMPULAN
Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) saat ini masih belum cukup untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, baik, transparan, dan akuntabel
sebagai wujud dari terciptanya Good
Governance. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya temuan-temuan
kelemahan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap LKPP yang dihasilkan.
Kelemahan LKKP pemerintah saat ini menurut laporan BPK tahun 2012 yaitu pada
Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan pada tingkat kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan. Pemerintah harus segera melaksanakan rekomendasi
dari BPK agar kualitas LKPP tahun berikutnya bisa meningkat menjadi Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) sehingga transparansi dan akuntabilitas pemerintah bisa
segera terwujud. Karena rakyat sudah merindukan pemerintahan yang bersih, baik,
transparan, dan akuntabel sebagai wujud dari terciptanya Good Governance.
DAFTAR
PUSTAKA
Viva.co.id.2009.Lima
Tahun BPK cap LKPP disclaimer. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/64743-empat_tahun_bpk_cap_lkpp_disclaimer. Diakses 7 juli 2013.
.
Mauritz
.2012. Perkembangan,
Pencapaian Dan Upaya Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(Lkpp).http://www.perbendaharaan.go.id/new/?pilih=news&aksi=lihat&id=2938.
Diakses pada 7 juli 2013.
KPPN
Sintang Information Center. 2010.Usaha Keras Meningkatkan Opini Bpk Atas Lkpp.http://www.kppnsintang.net/site/index.php?option=com_content&task=view&id=112&Itemid=11.diakses
pada 7 juli 2013.
Rati,
Dewi.2013. BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012. Jakarta.(file PDF).
Amir,
Rahmanurrasjid.2008.Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Di
Daerah.Semarang.(file PDF).
nn.2006.Perbaikan Transparansi dan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah
di
Indonesia.Jakarta.(file PDF).
Tags
:
Akuntansi
,
Laporan Keuangan
,
Pemerintah