Analisa anggaran usaha Anda Cara Mudah Menyusun dan Mengevaluasi Anggaran |
Accounting Media – Filosofi sistem keuangan
syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara
faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan
konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagaai unsure etika,
moral, social dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan
menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.
Berikut ini adalah prinsip ekonomi Islam
sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-Sunah.
1. Pelarangan Riba. Riba (dalam bahasa
Arab) didefinisikan sebagai “kelebihan” atas suatu akibat penjualan
ataupun pinjaman. Riba/Ribit (bahasa
Yahudi) telah dilarang tanpa adanya perbedaan pendapat di antara para ahli
fikih. Riba merupakan pelanggaran atas system keadilan social, persamaan dan
hak atas barang. Oleh karena system riba ini hanya menguntungkan para pemberi
pinjaman/pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak diperlakukan sama.
2. Pembagian Risiko. Haal ini merupakan
konsekuensi logis dari pelarangan riba yang menetapkan hasil bagi pemberi modal
di muka. Sedangkan melalui pembagian risiko maka pembagian hasil akan dilakukan
di belakang yang besarannya tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga
membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-sama memperoleh
laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
3. Tidak Menganggap Uang sebagai Modal
Potensial. Dalam masyarakat industri dan perdagangan yang sedang berkembang
sekaarang ini, fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar saja, tetapi juga
sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat terbatas) dan sebagai modal potensial.
Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang dalam kedudukan yang sama
dengan barang yang dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan
keuntungan. Sedang dalam fungsinya sebagai modal nyata (capital), uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat produktif) baik
menghasilkan barang atau jasa. Oleh sebab itu, system keuangan Islam memandang
uang boleh dianggap sebagai modal jika digunakan bersamaan dengan sumber daya
yang lain untuk memperoleh keuntungan.
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif. Hal
ini sama dengan pelarangan untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian
yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki risiko yang sangat besar.
5. Kesucian Kontrak. Oleh karena Islam
menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya sehingga seluruh
kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan. Hal ini
akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah. Seluruh
kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut
syariah. Dengan demikian, usaha seperti minuman keras, judi, peternakan babi
yang haram juga tidak boleh dilakukan.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu
kepada prinsip rela sama rela (antaraddim
minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung
muncul bersama risiko (al ghunmu bi al
ghurmi).
Sumber artikel ini dari Buku “Akuntansi Syariah di Indonesia” karangan
Sri Nurhayati & Wasilah yang diterbitkan oleh Salemba Empat. Terimakasih.
Tags
:
Ekonomi Syariah